Kamis, 14 Februari 2013

Relativitas Garis Lurus

Temanku hinggap, dalam pelukan burung-burung mati

dan terus bersenandung, dalam irama bau tanah

lalu pada malam itu, malam penuh langit merah

aku berkata A

temanku berkata A

kawanku berkata A

sahabat fanaku berkata A

karibku pun berkata A

hingga kepingan-keingan merah jambu menusuk hatiku

menusuk jantungku hingga seribu wajah tak lagi dapat ku tampakkan

jujur, aku bahkan tak tahu A itu ada

A itu tidak bahkan nyata

tapi 3 jam pun berlalu, dengan langit tetap berwarna merah

dan garis kembali lurus, tegak lurus garis normal

aku melihat tanganku, selama satu jam

kulihat angka 10, dimana 2 tambah 8

dan telah kukirimkan 5000 merpati untuk menjemputnya

tapi ia tak pernah datang

ia tak pernah kembali

ia tak suka muncul dari balik batu

ia itu hidup

ia itu mati

ia itu keduanya

dalam siluet ungu ku termenung

goresan-goresan takdir pun telah terjadi

tapi itu sangat cepat

terlalu cepat

dan insiden kepala kuning pun terjadi

kepala kuning diam membisu

tapi tunggu, tunggu tunggu dulu

A tidak sama dengan 10

A bukan hidup pada zaman batu

A hidup beberapa jam kemudian

dan akan hidup lebih cerah daripada kata cerah itu sendiri

datang tak diantar

hinggap bagai ombak berbuah-buah

yang akan aku terus sesali jika aku berbelok kiri

sungguh.....

jalan itu terlihat, dan akan terus tidak berada di bahu kiriku



"8 jam akan datang, dan akan terus menunggu untuk kudatangi, wahai sang cendekiawan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar